Minggu, 27 Januari 2013 | 19:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Di sebuah blog fashion, seorang perempuan belia tampil mengenakan busana kembang-kembang berwarna merah muda dan putih yang dipadu dengan blazer kotak-kotak. Sebuah bando bunga mawar terpasang di kepalanya. Rambutnya yang sebahu dan sebagian pirang dibiarkan tergerai. Perempuan itu melengkapi penampilannya dengan sejumlah aksesori: arloji dan beberapa gelang.
Perempuan muda itu adalah Sonia Eryka. Dialah fashion blogger yang memajang foto-foto dirinya itu di blognya, soniaeryka.blogspot.com. Pose-pose Sonia di halaman blognya itu diunggah pada Rabu, 23 Januari 2013, di bawah judul "Love Is No Big Truth".
Sonia, 19 tahun, adalah satu di antara puluhan fashion blogger Indonesia yang marak menghiasi jagat maya belakangan ini. Mereka adalah blogger (narablog) yang menyajikan ide-ide memadu-padankan pakaian koleksinya. Mereka gemar memamerkan mode yang dikenakannya hari itu. Mereka juga berbagi tip agar tampil modis dan memberikan ulasan seputar dunia mode di halaman blognya.
Jumat sore lalu, Sonia menuturkan seputar sepak terjangnya sebagai fashion blogger di Café Ninotchka, kafe yang dikelola oleh dia dan adik-adiknya, yang terletak di perumahan Citra Garden, Jakarta Barat. Menurut dia, semua bermula dari hobinya memadu-padankan pakaian, shopping, dan berbagi foto-foto di www.lookbook.nu (sebuah fashion platform). "Ternyata banyak yang suka. Dari situ akhirnya mulai membuat blog sendiri," katanya.
Michelle Koesnadi, 20 tahun, hampir serupa dengan Sonia. Yang mendorong Michelle membuat blog mode juga adalah kegemarannya akan dunia mode. Bermula dari rasa ingin tahunya, lalu ia menelusuri blog-blog rekomendasi majalah mode, Michelle memperoleh inspirasi. "Saya jadi pengen bikin blog," katanya. Pada 2009, blog milik Michelle meluncur dengan alamat www.glistersandblisters.com.
Diana Rikasari, 28 tahun, pemilik blog dianarikasari.blogspot.com, juga punya kesenangan serupa. Dia memberanikan diri terjun ke dunia mode meski tak punya latar belakang desain. "Tapi saya memang mencintai dunia seni dan desain," kata perempuan yang dikenal lewat produk sepatu wedges merek Up ini.
Kecintaan itu berbuah keberuntungan, karena apa yang ia unggah di dunia maya menarik banyak pembaca. Termasuk sejumlah merek lokal yang menjadi pendukung gayanya. Dukungan tak hanya datang dari dalam negeri. Menurut Sonia, banyak pembaca blognya yang berasal dari luar Indonesia. Karena itu, dia lebih senang menggunakan bahasa Inggris. "Supaya yang dari luar juga bisa baca dan enggak cuma lihat gambarnya," ujarnya.
Lewat blognya, Sonia bisa tampil di majalah mode luar negeri. Dan berkat blognya pula, dia sering diundang ke acara-acara mode di sejumlah negara. Sonia diminta mengulas acara untuk dipublikasikan di blognya.
Ketenaran juga begitu mudah mampir ke Michelle. Hanya lima bulan sejak ia membuat blog, banyak orang sudah berkunjung menikmati tulisan-tulisannya. Sebuah majalah remaja di Indonesia menuliskan profil Michelle di halamannya. Sejak itulah ia kemudian dikenal publik yang lebih luas. "Yang membaca blog saya juga bertambah," katanya.
Selanjutnya, nama Michelle mulai menghiasi banyak halaman media fashion, baik dalam maupun luar negeri. Salah satunya adalah Teen Vogue. Sejak 2011 ia kebanjiran tawaran kerja sebagai professional stylist ataupun foto. "Saya lebih banyak kerja di balik layar," katanya.
Kini, di samping pekerjaannya sebagai manajer operasional di sebuah perusahaan TI, ia sibuk menjadi konsultan stylist. "Tawaran job saya terima di luar jam kerja," katanya.
Pengamat mode Khairiyyah Sari menilai maraknya fenomena fashion blogger sebagai ekses kejenuhan masyarakat terhadap mode yang disuguhkan media massa. "Mode di media massa dianggap masyarakat sudah terlalu komersial," ujarnya saat dihubungi, Jumat, 25 Januari 2013.
Menurut Sari, belakangan ini fashion blogger (narablog mode) dijadikan kiblat mode karena gaya mereka yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Gaya fashion blogger dipandang lebih mudah dicontoh dibandingkan dengan mode pilihan media massa yang cenderung formal.
Sari yang berprofesi sebagai konsultan mode menganggap peralihan referensi masyarakat sebagai hal wajar. Apalagi kini narablog mode semakin diterima di kalangan pegiat mode profesional. Eksesnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap narablog mode pun ikut meningkat.
"Di Amerika, Eropa, dan sekarang di Indonesia, fashion blogger mulai sering mendapat undangan acara dari para desainer ternama. Ini fenomena hip yang lantas membuat masyarakat merasa lebih percaya terhadap mode pilihan fashion blogger," kata pemilik situs www.thestyletravelista.com ini.
Menurut Sari, tak ada yang perlu dipersoalkan dari preferensi mode narablog mode. Sebab, fashion yang mereka suguhkan cenderung bersifat personal. "Toh, masyarakat bebas memilih fashion blogger mana yang layak dicontoh karena sesuai dengan kepribadian."
Hal itulah yang terjadi pada Michelle. Tulisan pertama Michelle di blognya berupa opininya tentang mode. Tidak seperti kritikus profesional, kritik yang ia tulis lebih untuk ekspresi personalnya. Isi tulisannya di blog sepenuhnya pendapat dirinya "Pengen aja, itu untuk kepuasan diri," ujarnya.
Demi menambah wawasan, Michelle membaca sejumlah referensi mode dari banyak sumber. Menurut Michelle, mode adalah seni. Gaya personal setiap orang itu mempunyai keunikan masing-masing. Setiap kali melihat gaya berpakaian orang, ia akan selalu menemukan perbedaan gaya antara satu orang dan orang lainnya. "Surprised, saya jadi tidak pernah bosan," katanya.
Dalam tulisan-tulisannya, Michelle ingin menghadirkan konten yang unik. Untuk fashion show di luar, Michelle sering merujuk pada foto-foto di style.com. Dari situ, dia menuliskan opininya. Berdasarkan interpretasi dan bukan kumpulan kutipan para ahli mode. "Saya jujur saja nulisnya," ujarnya. Dan karena itu, dia tidak pernah menyertakan atau merujuk ahli fashion dalam tulisannya.
Hal itu juga diakui oleh Sonia. Menurut dia, gaya setiap orang berbeda, dan itu bisa memberikan inspirasi bagi yang lain. "Jadi, pakai baju enggak dengan gaya yang itu-itu aja," ujar perempuan bertubuh langsing dengan tinggi sekitar 170 sentimeter ini.
Sonia menyatakan, blog merupakan media yang lengkap untuk berbagi foto dan tulisan. Tampilannya pun bisa dirancang sesuai dengan keinginan. "Seru, jadi berasa membuat majalah online sendiri," katanya.
Ide untuk bahan posting di blog bisa datang kapan saja, saat melihat baju di lemari sendiri atau yang dipakai orang-orang di jalan, juga dari berselancar di Internet. Adapun untuk bahan tulisan, kebanyakan dari Internet. Ihwal rancangan desainer pada acara tertentu, Sonia melakukan riset dan wawancara.
Personal style kemudian menjadi senjata para narablog ini. Itulah sebabnya, belakangan Michelle mulai beralih ke personal style blogging, mulai dengan mengedit foto, yang ia sesuaikan dengan gaya personalnya. "Hasilnya menjadi gaya saya, meski bukan saya yang mendesain," katanya.
Personal style blogging, seperti dilihat dari namanya, bersifat personal. "Jadi, benar-salah itu enggak penting," ujar perempuan yang pernah mengambil kursus mode di dalam negeri tapi tidak selesai ini.
Karena sifatnya yang personal itulah, medium blog ia nilai sebagai tempat yang pas untuk menuangkan ide tentang mode. Terlebih lagi, blog bersifat bebas. "Apa yang saya rasakan hari itu, ya, saya tulis," katanya.
Michelle juga punya kebebasan mengekspresikan gayanya berpakaian. Bisa dibilang, hampir sesukanya ia memadukan koleksi pakaian yang ada di lemarinya. Ada atasan-bawahan, baju setelan yang ditampilkan di blognya. Dia tak pernah merencanakan dengan detail hari itu atau besok pagi ia akan menggunakan baju apa. "Saya begitu saja, enggak ada yang saya rencanakan, last minute aja," ujarnya.
Tidak lupa, di setiap tulisan dia menyertakan gambar atau foto. Michelle lebih senang menggunakan bahan-bahan yang ia miliki sendiri, termasuk foto. "Saya selalu menggunakan foto sendiri," Michelle menjelaskan.
Dalam mendesain blognya, Sonia juga benar-benar menggunakan ide dan rancangannya. Di situ kita bisa menemukan koleksi-koleksi pakaiannya, ulasan-ulasannya tentang dunia mode, dan kadang cerita-cerita perjalanannya.
Sonia lebih suka membeli pakaian bekas. Baginya, membeli pakaian bekas pakai punya tantangan tersendiri, karena harus berburu dan pintar-pintar mencari. "Saya biasanya ke Pasar Baru," katanya. "Nguber-ngubernya itu yang asyik," katanya.
Dalam menggarap blog modenya, Sonia dibantu adiknya yang berumur 13 tahun. Peran sang adik adalah menjadi fotografer dan kamerawan video. Sonia termasuk rajin mengisi blog. Biasanya tiga-lima kali seminggu. "Kalau ada waktu dan sedang ada yang akan di-share," kata anak kedua dari empat bersaudara ini.
Hal itu pula yang menjadi rahasia Diana. Selain konsisten, isi blog juga harus asli. "Just showcase our true personality, karena pembaca itu pengen bisa ngerasain that personal touch yang enggak bisa mereka dapetin dari majalah, misalnya," ujarnya.
Menurut Diana, perkembangan fashion blogger di Indonesia sudah cukup bagus. Hal itu juga yang dirasakan Michelle. Berbeda dengan tiga tahun lalu, saat dia memulai ngeblog, sekarang makin banyak anak muda Indonesia yang membuat blog personal stylist.
Meski demikian, dia mengakui perkembangannya belum bisa seperti di luar negeri, yang sudah bisa menjadi sumber pendapatan utama. Sebab, perusahaan, pemilik merek besar, atau desainer senior masih belum melirik para pemegang kuasa fashion di dunia maya ini. "Bukan tidak mungkin semuanya itu berbalik. Arahnya sudah mulai ke sana kok," kata Diana, peraih International Young Creative Entrepreneur 2012 dari British Council ini. "Kalau di sini, umumnya masih iseng-iseng. Yang pasti, blog-blog fashion di sini sedang berkembang pesat," kata Diana.
Kejujuran dan pendapat pribadi yang independen inilah yang menjadi kekuatan para fashion blogger. Ini sangat berbeda dengan media mode atau gaya hidup di Indonesia, yang sangat takut dan segan menulis kritik terhadap rumah mode terkenal. Boikot dari desainer atau rumah mode, dan kekhawatiran tidak dipinjami koleksi untuk pemotretan, menjadi momok bagi majalah mode Indonesia. Kelemahan ini membuat mereka tidak bisa jujur berpendapat.
Meski demikian, Sonia tidak melihat ada pertentangan antara fashion blogger dan media mode umumnya. "Justru bisa saling mengisi." Media-media fashion, baik majalah maupun online di Indonesia, tutur Sonia, sering bekerja sama dengan narablog mode sebagai narasumber, baik untuk mengisi artikel maupun menjadi bintang tamu untuk beberapa acara. Sonia sendiri belakangan sering dimintai ide mix and match oleh pembaca blognya, atau diminta menjadi fashion stylist untuk acara-acara tertentu.
NURDIN KALIM | IQBAL MUHTAROM | ISMA SAVITRI | DIANING SARI